Pages

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 11 Oktober 2013

Reflection

Author:
MalAquaticSparks
Cast:
Xi Luhan (EXO-M)
Lee Si Jung (OC)
Suport Cast:
EXO’s member
Genre:
Romance, Sad (Maybe)
Length:
Drabble
Disclaimer:
FF ini hanyalah fiktif belaka, apabila terjadi sebuah kesamaan merupakan bentuk ketidak sengajaan. FF ini murni karya saya dan bukanlah bentuk plagiarisme.
*FF ini gaje banget. Maka..mohon di maklumi..Kkk~. dan nanti kalau ada usia yang tidak masuk akal, mohon di maklumi..karena ini hanyalah cerita yang fiksi. Ok?!^^ jangan lupa tinggalkan jejak kalian!!^^
Happy reading.....^^
~ ï ~
Lee Si Jung’s PoV
27 Agustus...
Kurasakan hembusan angin yang sejuk. Membawa beberapa helai rambutku yang terurai. Kusandarkan punggungku di sebuah pohon tua di sekitar apartemenku. Pohon yang mengerti tentang semua kehidupanku.
“ Si Jung~ah!” panggil seorang namja dengan rambut pirangnya yang menawan.
“ Apa yang kau lakukan di sini?” tanya namja itu sambil duduk di sampingku. Matanya terus tertuju pada langit biru yang membentang luas di atas sana.
“ Aku hanya menikmati udara segar di pagi hari. Bukankah hari ini terasa begitu hangat?” tanyaku pada namja di sampingku.
Senyumnya mengembang. Namja itu menggenggam erat tanganku. Sorot matanya selalu terlihat menawan. Kusandarkan kepalaku di bahu namja yang sangat berarti untukku. Aku akan selalu tersenyum selama dia berada di sampingku. Meskipun aku tahu bahwa suatu saat nanti, dia akan pergi jauh sekali.
Flashback On
1 Juli
Kulangkahkan kakiku mendekati pohon yang biasa ku kunjungi. Langkahku berat mengingat peristiwa tadi pagi. Ada seorang namja kecelakaan di depan apartemenku. Usianya terlihat masih muda. Tapi aku takut melihat darah yang berceceran seperti itu.
“ Nuguseyo?” tanyaku pada seorang namja yang duduk santai di bawah pohon besar itu.
Matanya menatapku lemah. Aku merasa sedikit ketakutan. Ada sesuatu yang berbeda dari namja ini, tapi aku tidak tahu apa itu. Wajahnya menunjukkan ekspresi bingung. Kepalanya menunduk lagi.
“ Kau bisa melihatku?” tanyanya sambil mengangkat wajahnya kembali.
“ Hahaha...tentu saja!” tawaku pecah mendengar perkataannya barusan.
“ Apa kau punya indra keenam?” tanyanya lagi.
Kali ini dia membuatku sedikit khawatir. Apa maksud pertanyaanya? Sepertinya dia sakit jiwa.
“ Aku tak berharap untuk mempunyai kelebihan seperti itu. Tapi..untuk apa kau kemari?” tanyaku ragu-ragu.
“ Aku menghindari itu.” jawab namja itu sambil menunjuk lokasi kecelakaan, “ Apa kau melakukan hal yang sama?” tanyanya
“ Ne.” Jawabku singkat
“ Siapa namamu?” tanya namja itu membuatku sedikit terkejut.
“ Lee Si Jung Ibnida. Dan..kau?” tanyaku pelan.
“ Xi Luhan ibnida. Panggil aku Luhan.” Jawabnya mulai tersenyum.
“ Kau orang China?” tanyaku heran dengan marganya.
“ Geurae. Aku mengikuti progam pertukaran pelajar.”
“ Oh...Bahasa Koreamu bagus sekali!” pujiku.
Aku mencoba duduk di sampingnya. Tapi namja di sampingku ini hanya diam sambil memandangi langit biru. Suasana hening sejenak sebelum Luhan membuka pembicaraan.
“ Hanya orang-orang tertentu yang bisa melihatku. Aku bukan manusia sepertimu. Aku adalah roh.” Kata Luhan membuatku sedikit terkejut.
“ Jangan bercanda! Buktinya aku bisa melihatmu sekarang!” kataku sedikit takut.
Jantungku berdebar. Nafasku tak beraturan. Keringat dingin membasahi keningku. Otakku terus berfikir tentang apa yang Luhan katakan.
“ Kau lihat kecelakaan di depan sana?” tanya Luhan lagi-lagi menunjuk lokasi kecelakaan, “ Namja yang kau lihat disana adalah tubuhku! Dan sekarang aku koma.” Jelas Luhan membuatku semakin merinding.
Ku coba mengingat wajah korban kecelakaan pagi itu. Aku sempat melihat wajahnya. Dan benar itu orang yang sama. Bahkan bajunya pun sama.
“ Benarkah? Jangan menakut-nakutiku!” kataku setengah berteriak.
Dia hanya diam sambil menatapku dengan tatapan sayu. Kutatap wajah dan matanya, wajahnya berbeda tak seperti manusia biasanya. Wajahnya terlihat begitu mengerikan jika dia menatapku seperti ini.
“ Omona! Maldo andwae!” pekikku sambil melangkah mundur.
“ Jangan takut! Aku tak akan melukaimu! Aku hanya membutuhkan bantuanmu!” katanya dengan tatapan penuh harap.
“ Bagaimana bisa roh meminta bantuanku?” tanyaku dengan suara yang bergetar.
“ Biarkan aku tinggal di rumahmu untuk sementara waktu. Hanya sampai waktu yang ditentukan tiba.” Kata Luhan
“ Mwo?! Kau itu namja! Mana mungkin seorang namja tinggal di rumah seorang yeoja?” tanyaku keras.
“ Aku roh! Tak akan ada orang yang melihatku. Kau hanya akan hidup seperti biasanya. Kau hanya perlu mangajakku bicara dan lain-lain. Aku tak akan menyusahkanmu.” Jawabnya.
Ku tatap mata Luhan lekat-lekat. Namja ini bukanlah namja yang buruk. Lagi pula aku tak merasa takut dengan wujudnya yang tak seperti hantu di film-film horror.
Flashback Off
Mengingat hari itu, hari dimana aku bertemu Luhan untuk yang pertama kalinya. Mengenal Luhan sebagai orang yang sangat baik. Meskipun dia hanya roh, tapi dia bisa membuatku nyaman di sampingnya. Bahkan menganggapnya begitu berarti untukku.
“ Aku memang tak pernah berharap bisa melihat roh sepertimu. Tapi aku bahagia bisa melihatmu dan bersamamu seperti ini.” Kataku dengan senyum kecil di wajahku.
“ Si Jung~ah!” kata Luhan lemah.
Aku mengangkat kepalaku dan mulai menatapnya. Matanya terlihat memerah. Tapi Luhan mengalihkan pandangannya.
“ Yah! Jangan seperti itu! Tersenyumlah untukku! Aku ingin melihatmu tersenyum sekarang! Aku ingin mengingat senyummu!” kataku sambil menarik-narik lengan Luhan pelan.
Mataku terasa perih. Hatiku sakit melihat Luhan seperti ini. Memang tak seharusnya aku mencintai roh yang entah akan kembali ke tubuhnya atau menuju ke tempat yang lebih baik nantinya.
“ Pada akhirnya kau tidak akan bisa melihatku. Aku pasti akan pergi. Cobalah untuk mencari namja yang lebih baik dariku. Bukan bayangan sepertiku. Aku tak ingin melihatmu tersiksa nantinya.” Katanya dengan mata yang berkaca-kaca.
“ Jangan berkata seperti itu! Berjanjilah padaku kau akan bangun! Berjanjilah kau akan bangun dan menemuiku!” air mataku menetes setelah ku katakan hal itu.
Luhan hanya terdiam sambil menatapku dengan tatapan sendu. Terasa begitu menyayat. Terasa seperti di tusuk ribuan jarum. Kenapa Luhan harus berkata seperti itu? Aku memiliki ketulusan. Apa Luhan tak bisa melihat ketulusanku? Meskipun Luhan adalah roh, aku tak pernah merasa menyesal memilihnya sebagai seseorang yang sangat berarti.
Ku langkahkan kakiku menjauh dari Luhan. Aku tak mampu menahan rasa sakit ini. Aku masuk ke apartemenku dan menangis sejadi-jadinya. Kenapa Luhan begitu siap untuk pergi? Apa Luhan tak memikirkan keadaanku setelah ia pergi?
Xi Luhan’s PoV
Semakin lama tubuhku semakin melemah dan terasa lebih dingin. Mungkin memang hari itu semakin dekat. Mungkin aku memang akan pergi untuk selamanya. Aku bahagia Si Jung tulus mencintaiku, menerimaku meskipun aku adalah makhluk yang seharusnya tak pernah ia lihat sama sekali. Tapi pada akhirnya, Si Jung tak akan pernah bisa melihatku lagi. Aku tak bisa melakukan apa yang Si Jung inginkan.
“ Pada akhirnya kau tidak akan bisa melihatku. Aku pasti akan pergi. Cobalah untuk mencari namja yang lebih baik dariku. Bukan bayangan sepertiku. Aku tak ingin melihatmu tersiksa nantinya.” Kataku dengan hati yang terasa begitu perih.
“ Jangan berkata seperti itu! Berjanjilah padaku kau akan bangun! Berjanjilah kau akan bangun dan menemuiku!” air mata Si Jung menetes.
Aku tak membuka mulutku sama sekali. Ku tatap Si Jung dengan tatapan sendu. Air mata Si Jung terus mengalir. Aku tak bisa menjanjikan apa yang tak bisa ku tepati. Aku tak tahu apakah aku akan kembali hidup atau tidak. Aku sudah putus asa menjalani semua ini. Tapi aku belum siap meninggalkan Si Jung.
Si Jung pergi menjauh dariku dan masuk ke apartemennya. Bisakah aku bangun? Apakah nanti aku masih mengingatmu ketika bangun? Ku langkahkan kakiku mengejar Si Jung. Ku lihat dia menangis di sofa depan televisi miliknya. Ini memang berat, tapi inilah kenyataan. Seharusnya aku tak pernah muncul di hadapan Si Jung.
“ Si Jung~ah! Mianhae..” kataku perlahan sambil berjalan mendekati Si Jung.
“ Kau hanya perlu berjanji padaku! Apa itu sulit?” tanya Si Jung meninggi.
“ Aku tak bisa menjanjikan sesuatu yang tak bisa ku tepati.” Kataku pelan sambil mengusap air matanya.
“ Kau harus bangun! Meskipun nanti kau tak mengingatku, aku bahagia jika kau bangun! Itu lebih baik daripada kau pergi meninggalkanku.” Kata Si Jung di sela-sela tangisannya.
Kuraih tubuh Si Jung dan kudekap Si Jung dalam-dalam. Si Jung menangis di pelukanku. Aku tahu Si Jung tak akan pernah menemukan kehangatanku. Aku hanya ingin meyakinkannya bahwa aku akan berusaha untuk bangun.
“ Aku akan melakukan apa yang kau inginkan. Uljima!” bisikku lirih.
Lee Si Jung’s PoV
Luhan mendekapku begitu erat. Rasa sakitku semakin menguar ketika ku ingat kembali bahwa aku dan Luhan berbeda. Aku mencoba menemukan ketenangan, tapi itu semua sia-sia. Aku tak pernah bisa menghentikan semua ini. Bahkan hingga Luhan melepas dekapannya, kesedihanku masih terasa sangat kuat.
“ Aku tak ingin bangun jika nanti aku akan melupakanmu. Aku lebih suka seperti ini daripada aku melupakanmu.” Kata Luhan mengusap pipiku dengan lembut.
**
28 agustus...
Sinar putih itu kembali terlihat dan perlahan-lahan membuka mataku yang terpejam. Ku lihat seorang namja berambut pirang itu tengah membuka jendela kamarku. Entah bagaimana dia bisa menyentuh benda-benda yang sebelumnya tak pernah bisa ia sentuh. Tapi bukankah itu lebih baik?
“ Luhan~ah!” panggilku.
“ Ireonaja!” ajaknya sambil menarik lenganku.
“ Hari ini aku tidak pergi ke kampus. Kenapa aku harus bangun sepagi ini?” tanyaku masih tak mau beranjak.
“ Aish! Bballi! Bagaimana bisa seorang yeoja belum mandi padahal matahari sudah tinggi?” gerutu Luhan sambil menarik-narik lenganku.
“ Araseo! Nawa!” perintahku.
Luhan hanya terkekeh melihatku. Dia berjalan keluar kamarku. Setelah semuanya wangi dan bersih, aku keluar untuk menemui Luhan. Aku terkejut ketika melihat banyak makanan di atas meja. Makanan-makanan itu ditata sangat rapi.
“ Kau yang menyiapkan semua ini?” tanyaku memastikan.
“ Duduklah!” perintah Luhan santai.
Aku duduk di depannya. Kusuapkan sesendok ke mulutku. Ku rasakan makanan itu sangat enak. Bahkan lebih enak daripada makanan yang biasa ku masak.
“ Aku tak pernah tahu kau bisa memasak?” tanyaku memuji.
“ Jika kau tahu, pasti setiap hari kau akan menyuruhku memasakan makanan untukmu.” Jawabnya sambil tertawa kecil.#Auhtor sotoy
Makanan itu dengan mudah pergi menuju pencernaan kami berdua. Entah ada apa Luhan mengajakku ke bawah pohon di samping apartemenku. Karena pohon itu tak pernah dikunjungi banyak orang, jadi aku tak perlu khawatir dianggap gila karena berbicara pada roh yang tak bisa dilihat oleh banyak orang.
Udara di sekitar sini terasa lebih dingin dari biasanya. Angin yang berhembus kencang membawa helai-helai rambut panjangku dengan indah. Aku menikmati suasana yang begitu menyenangkan. Dan aku melihat kembali secerca sinar putih di sekitar Luhan. Aku sedikit ketakutan melihat itu. Dan benar sekali, waktunya telah tiba.
“ Waktunya sudah tiba.” Kata Luhan sambil menggenggam tanganku erat.
“ Haruskah kau pergi?” tanyaku dengan menahan air mataku.
Luhan mengangguk dan tersenyum. Senyum yang selalu membuat hatiku tenang sekarang membuat nafasku terasa tertekan.
“ Aku akan memanggilmu Oppa seperti yang kau inginkan. Tapi bisakah kau tetap tinggal?” tanyaku tak mampu lagi menahan air mataku.
“ Jaga dirimu baik-baik! Jangan lupa makan! Hiduplah lebih baik lagi! Aku akan selalu mengingatmu! Dan jangan pernah menangisi kepergianku. Nan hangsang saranghalgeoya!” kata Luhan membuatku semakin sakit.
“ Ddonajima! Jebal..” pintaku sambil terus menggenggam tangannya. Berharap dia tidak menghilang.
“ Jalgayo! Saranghae Si Jung~ah” katanya dengan air mata yang menetes dan membasahi pipinya.
“ Nado..Luhan~ah!” kataku sambil tersenyum ke arahnya.
Semakin lama Luhan terlihat seperti bayangan tembus pandang. Kemudian sinar putih itu datang lagi. Menyilaukan mataku dan membuatku terpejam sejenak. Begitu mataku terbuka, aku tak mendapati sosok Luhan lagi disana.
“ Luhan~ah! Gajima!” teriakku di tengah isakan tangisku.
Tapi sekeras apapun aku berteriak, sebanyak apapun aku menangis, aku tak bisa melihat Luhan lagi. Tubuhku semakin melemah, pandanganku mulai kabur. Aku berjalan dengan langkah gontai menuju apartemenku. Aku tak pernah menduga Luhan benar-benar menghilang.
**
Secerca Cahaya putih perlahan membuka mataku. Aku hanya terdiam. Rumah ini terasa sangat sepi tanpa ada Luhan disini. Aku tak mampu melakukan apapun. Aku terlalu lemah untuk menerima kenyataan sepahit ini. aku hanya terduduk lemas sambil memeluk kakiku yang tertekuk. Isakan tangisku memenuhi sudut-sudut apartemenku.
1 hari...2 hari...3 hari... hanya menangis yang kulakukan. Hanya mengurung diri tanpa menghirup udara musim gugur yang begitu sunyi. Entah bagaimana semakin lama isakan itu berubah menjadi sebuah isakan-isakan kecil. Seakan-akan aku telah lelah menangisi hal yang tak mungkin kembali.
Hari ini, akan kubuka kembali hidupku. Aku akan mulai hidup seperti hari-hari sebelum namja itu mengisi hidupku. Kulangkahkan kakiku untuk berjalan mengitari sebuah pantai dengan laut yang terbentang begitu luas. Aku akan mencoba melakukan apa yang Luhan inginkan mulai sekarang.
Xi Luhan’s PoV
Warna putih dimana-mana. Aku terasa seperti di ombang-ambing di laut lepas. Aku memejamkan mataku berharap semua hal mengerikan ini berhenti. Berharap aku bisa bangun dan tidak tidur lagi. Dan tiba-tiba warna hitam di depan mataku. Aku tak bisa melihat apapun.
Sekarang kurasakan aku kembali ketubuhku. Suara mesin-mesin itu saling bersahutan. Kugerakan jemariku perlahan, membuka mata beratku dengan perlahan. Dan kulihat dunia yang sesungguhnya sekarang. Para dokter memeriksa keadaanku. Beberapa teman-temanku yang menungguku terlihat sangat bahagia.
“ Hyung!” panggil salah seorang dongsaengku.
“ Sehun~ah!” ucapku sedikit berat.
Mereka memelukku dengan penuh kasih sayang. Tapi aku tak tahu, terasa ada yang kurang bagiku. Entahlah! Aku bahagia bisa terbangun dari tidurku. Tapi aku merasa seperti merasakan sebuah mimpi yang nyata. Beberapa hari kemudian, kesehatanku semakin membaik. Dokter sudah memperbolehkanku untuk pulang. Aku menikmati kehidupanku seperti biasanya.
Hari ini, aku sedang berjalan-jalan melihat keadaan kota. Pemandangan laut yang membentang luas tinggal beberapa langkah lagi. Kupercepat langkah kakiku untuk mendekat ke bibir pantai. Mungkin sedikit aneh aku berkunjung ke pantai hari ini. tapi hatiku membawaku untuk datang kemari.
Mataku tertuju pada seorang gadis yang pernah ku temui di mimpiku. Gadis yang terasa sangat dekat denganku. Aku melangkah mendekat ke arah gadis itu. Kepala gadis itu mendongak menatap wajahku. Mata sembabnya terlihat terkejut melihatku.
“ Si Jung~ah!” panggilku ragu.
Ini bukanlah mimpi. Apa yang kualami itu nyata. Angin yang menerpa helai-helai rambut hitamnya membuatnya semakin terlihat cantik meskipun mata sembab itu terlihat masih penuh dengan air mata.
“ Luhan~ah! Benarkah ini dirimu?” tanya Si Jung masih tak percaya.
“ Geurae! Ige Naya!” jawabku sambil tersenyum.
Aku menepati janjiku. Senyum Si Jung mengembang. Si Jung memelukku dengan erat. Aku mengusap rambut panjangnya dengan lembut. Aku sangat merindukannya.
“ Aku bukan roh lagi sekarang!” kataku lirih.
“ Aku tahu kau tak akan mengingkari janjimu!” kata Si Jung sambil melepas pelukannya.
“ Bukankah aku sudah mengatakan padamu untuk tidak menangis?” tanyaku berpura-pura marah.
“ Bagaimana bisa kau menyuruhku untuk tidak menangis? Kau tidak memberi tahuku dimana kau dirawat! Bahkan aku tidak tahu kau masih hidup atau tidak.” Jawabnya sedikit berteriak yang kemudian melemah karena air matanya yang kembali terjatuh.
“ Tapi sekarang aku berdiri disini untukmu.” Kataku sambil mengusap air matanya, “ Nan jeongmal saranghae...Chagiya!” lanjutku dengan senyum yang terus mengembang.
“ Nado!” kata Si Jung membuatku semakin merasa bahagia.

Hidupku akan terasa sempurna dengan adanya Si Jung di sampingku. Aku bukanlah sebuah bayangan lagi sekarang. Tanganku mampu untuk menyentuh Si Jung dengan lembut dan memberikan sebuah kehangatan untuknya. Meskipun kehidupan ini mengatakan bahwa dunia kami pernah terpisah.
 

Blogroll

About