EXO's FanFiction
It’s
My Eyes
Author:
MalAquaticSparks
Cast:
MalAquaticSparks
Cast:
Suho
( EXO-K)
Luhan
(EXO-M)
Park
Ha Jin (OC)
EXO’s
member
Genre:
Romance
Length:
One
shot
*Anggap
member-member EXO itu lahir di tahun yang sama . atau tidak berjarak terlalu
jauh. Ok! ^_^
Happy
reading.....^^
~ ï ~
Buku-buku
setebal kurang lebih 1 cm itu tertata rapi di atas meja seorang guru SMA. Buku-buku
itu adalah buku tugas milik siswa-siswanya. Buku-buku itu akan di bagikan hari
ini. Sebentar lagi ada ujian kelulusan untuk siswa-siswi kelas 3 SMA di Korea.
Hanya perlu menghitung hari untuk menuju sukses.
Seorang
gadis membawa tumpukan buku-buku dari ruang guru yang letaknya cukup jauh
dengan kelasnya.
“
Jae In~ah! Jamkkaman!” teriak Ha Jin sambil berjalan cepat mendekati
temannya, Jae In.
Jae
In berhenti dan berdiri untuk menunggu Ha Jin. Ha Jin berjalan setengah
berlari. Lantai yang begitu licin sama sekali tak diperhatikan oleh Ha Jin.
Ketika
pintu salah satu kelas yang Ha Jin akan lewati terbuka, seorang namja berlari
keluar dan menabrak Ha Jin yang sedang membawa buku buku pinjaman itu.
BRUUKKKK!!!!
Buku-buku
itu berserakan dimana-mana.
Park
Ha Jin’s POV
Aku
berjalan lebih cepat karena temanku sedang menungguku. Lantai ini begitu licin.
Aku membawa buku-buku tugas milik teman-temanku yang berjumlah sekitar 19 buah.
Berat sekali... itu pun hanya separuhnya, separuhnya lagi Jae In yang
membawanya. Aku terus berkonsentrasi dengan buku-buku berat yang ku bawa. Tanpa
aku tahu ketika aku berjalan, sepertinya ada seorang namja yang berlari ke
arahku. Dia bermain kejar-kejaran dengan temannya yang lain. Dia berlari tanpa
melihat aku sudah berada di depannya.
Dengan
beratnya buku-buku ini, tubuhku menjadi tidak seimbang. Dan buku-bukuku jatuh
berserakan dimana-mana. Tapi seseorang menahan lenganku agar tidak jatuh. Dan tanganku menarik
lengannya agar kami tidak jatuh berdua. Namja itu tengah menatapku tajam
sembari dia menahanku. Matanya berbinar. Wajahnya begitu tam....
TUNGGU
DULU! NAMJA INI SUHO?
Jantungku
berdetak cukup cepat. Nafasku mulai tak beraturan. Aku mencoba menghentikan
peistiwa ini. Aku segera melepaskan diri dari Suho. Aku berdiri cukup tegak.
Aku segera menunduk mengambil semua buku-bukuku yang berserakan di lantai. Suho
hanya terdiam dengan mata yang membelalak dan
wajah terlihat menyunggingkan senyum kecil. Tangannya terlihat
menggenggam.
Beberapa
tahun lalu, aku sempat satu kelas dengannya. Atau lebih singkat lagi aku satu
SMP dengan Suho. Dudukku juga sangat dekat dengannya. Kami sekolah di sekolah
yang sama dan kelas yang sama selama 3 tahun. Dan aku mulai menyukainya 1 tahun
setelah aku mengenalnya. Aku tidak tahu bagaimana perasaannya padaku. Dia namja
yang baik menurutku. Ibuku juga pernah mengatakan Suho itu tampan. Selain itu,
dia juga termasuk namja yang cerdas.
Selalu masuk peringkat 50 besar pararel. Tapi itu bukan berarti aku ini bodoh.
Aku selalu berjarak 2-4 peringkat dengannya. Sayangnya, ketika kami masuk ke
SMA, dia tidak satu kelas lagi denganku. Yang penting aku masih bisa melihatnya
meskipun hanya sekilas.
Suho’s
POV
Aku
seperti anak kecil yang masih memainkan permainan kejar-kejaran dengan temanku,
Chan yeol. Aku berlari keluar kelas. Ku lihat seorang yeoja sedang berjalan
membawa buku-buku yang cukup tebal. Kakiku ini tak bisa di rem. Dan...
BRUUKK!!
Suaranya
terdengar keras ketika buku-buku itu jatuh. Dan reflek, tanganku menarik
lengannya begitu juga dengan yeoja yang ada di depanku ini. Seperti biasanya,
jantungku berdetak cepat ketika aku melihatnya. Mataku tertuju ke arah yeoja
itu, Ha Jin. Ekspresi wajahnya terlihat begitu terkejut. Seperti ada laser dari
matanya yang membuatku tak bisa menggerakkan satupun dari anggota badanku.
Waktu terasa berjalan lambat sampai dia mulai melepaskan diri. Ha Jin merapikan
buku-bukunya yang berserakan. Tanganku terasa sangat dingin. Aku tak tahu
dengan apa yang harus ku lakukan.
“
Apa tak ada niatan sedikitpun untuk membantuku?” tanya Ha Jin menghentikan
lamunan kosongku.
Belum
juga aku menurunkan setengah dari tubuhku, dia sudah beranjak dan menunjukkan
ekspresi kesal kepadaku.
“
Seharusnya kau meminta maaf!” gerutu Ha Jin sambil pergi meninggalkanku.
Langkahnya
semakin jauh. Chan yeol mulai mendekat ke arahku. Sebenarnya jantungku masih
berdetak tak teratur.
“
Ini semua karena kau mengejarku!” kataku menyalahkan Chan yeol yang sedari tadi
hanya melongo melihat peristiwa tadi.
“
Tapi bukankah ini menyenangkan?” tanya Chan yeol yang tak berniat melanjutkan
kemarahanku.
“
Huh! Sulit sekali melupakannya!” kataku lirih sambil duduk di kursi yang ada di
depan kelas.
“
Kenapa harus dilupakan?” tanya Chanyeol penasaran.
“
Untuk apa menyukainya jika aku tidak berani mengatakannya?” kataku menyalahkan
diri sendiri.
“
Kau hanya perlu berdiri di depannya, raih tangannya, lalu katakan...Ha Jin~ah!
Nan..neoreul Saranghae...!” kata Chan yeol sambil menarik tanganku seakan-akan
dia menyatakannya untukku.
“
Ini berbeda!” kataku sambil menarik tanganku yang masih berada dalam genggaman
tangan Chanyeol, “ Kenapa aku tidak berkata maaf ya?” tanyaku pada diriku
sendiri.
“
Untuk apa? Mungkin dia juga tidak begitu peduli!” kata Chan yeol kembali duduk
di sampingku.
“
Dia benci orang seperti itu!” kataku
Betapa
bodohnya aku! Aku hanya berdiri diam dan tak membantu Ha Jin sama sekali.
Semoga saja dia tidak membenciku. Aku ingin tahu seperti apa perasaannya
padaku. aku benar-benar tak punya keberanian untuk mengatakan perasaanku. Aku
ingin segera melupakannya tapi sangat sulit. Bahkan beberapa menit berlalu
tanganku masih terasa dingin. Kakiku terus bergerak mencari cara untuk tenang.
Tapi rasanya kakiku menginjak sesuatu. Ku arahkan mataku ke benda di bawah
kakiku. Sebuah buku dengan bertuliskan nama Park Ha Jin di sampul depan. Aku
mengambilnya. Kubuka lembar demi lembar untuk melihat isinya. Ada tulisan
tangan Ha Jin yang menekan nafasku disana.
“Jichyeoittdeon
gaseumi dashi sumshwigo...Gananhaejin maeumi bicheul chajasseo...”
Ku
ingat-ingat tentang hal itu. Tak lama setelah berfikir cukup keras, aku sadar
itu adalah potongan lirik lagu dari SNSD-Forever. Arti lagu itu sangat bagus.
“Hatiku
berdetak lelah sekali lagi...Hatiku yang lemah telah menemukan cahaya lagi...”
kurang lebih seperti itu.
Apa
Ha Jin suka lagu ini? Atau ada maksud tertentu dari lagu ini? Ini seperti
mystery...
Park
Ha Jin’s POV
Aku
pergi menjauh dari Suho. Untung saja hari ini tak begitu ramai seperti
biasanya. Aku segera berlari mendekati Jae In. Dan berusaha keras
menyembunyikan senyum di wajahku.
“
Wow! Tadi keren sekali! Kau pasti bahagia!” kata Jae in yang melihat adegan
gila tadi.
“
Tapi aku malu sekali!” kataku dengan mata terpejam.
Di
jalan Jae in terus meledekku. Bahkan sampai di depan kelas. Beberapa orang yang
melihat hal itu, terus memandangiku. Lupakan! Lupakan!
Di
kelas, aku dan Jae In membagikan buku-buku ke pemiliknya. Bahkan sampai buku
yang ku bawa habis, aku tak menemukan bukuku di sana. Mungkin Jae In membawa
bukuku. Otakku masih mengingat peristiwa tadi.
Terkadang
aku berharap Suho bisa satu kelas denganku, tapi dia berdiri di depan pintu
saja sudah membuatku gemetaran dan lupa dengan apa yang akan ku tulis di
bukuku. Apalagi kalau dia satu kelas denganku?
Aku
menghela nafas panjaang. Perasaan takut terus menyelimuti fikiranku. Aku sudah
menelusuri dan bertanya kepada teman-temanku berulang kali, tapi aku ingat
bukuku masih ada sebelum insiden tadi. Aku sudah melihat bahkan membuka bukuku.
“
Mungkin bukumu masih tertinggal di depan kelasnya!” kata Lissa.
“
Sepertinya begitu!” jawabku yang juga merasa buku itu ada di depan kelas Suho.
Mau
tidak mau aku harus melihatnya. Tapi aku tak bisa! Bertemu Suho itu sedikit
rumit. Antara mau dan tidak mau, antara senang dan takut aku amnesia ketika
berbicara dengannya. Aku juga takut otakku tak mampu menerima kata-kata dari
mulutnya yang membuatku terlihat memiliki IQ rendah. Tapi aku mencoba
memberanikan diri.
Suho
sedang duduk bersama teman-temannya. Bergerumbul banyak sekali. Mereka terlihat
sedang membicarakan sesuatu yang tidak jelas. Hanya Suho yang terlihat agak
diam. Atau dia sudah tahu dengan kedatanganku? Sepertinya begitu. Entah ini
hanya perasaanku saja atau memang benar adanya aku juga tidak tahu.
Author’s
POV
Suho
melihat kedatangan Ha Jin yang mendekat ke arahnya. Suho terdiam dengan tangan
seperti membeku.
“
Joonmyun~ah!” panggil Ha Jin keras. Tapi Suho berpura-pura tidak mendengarnya.
“
Joon Myun~ah!” panggil Ha Jin lagi. Tetap saja Suho berpura-pura tidak
mendengar.
Ha
Jin sedikit kesal dengan Suho yang sama sekali tak mendengar suaranya yang
kencang.
‘
Punya wajah tampan, otak cerdas tapi tidak punya telinga!’
rutuk Ha Jin dalam hati.
“
Joon Myun~ah!” panggil Ha Jin dan barulah Suho mendekat.
“
Wae Geurae?” tanya Suho
“
Kau lihat bukuku di sekitar sini?” tanya Ha Jin menanggapi pertanyaan Suho.
“
Buku? Oh..buku itu?” kata Suho mengingat buku di bawah kaki itu.
“
Jamkkaman!” kata Suho lagi sambil masuk ke dalam kelas.
Ha
Jin menghembuskan nafas lega karena buku itu tidak jadi hilang. Tidak sia-sia
usahanya menahan malu karena tidak di respon sama sekali oleh Suho.
“
Ini!” kata Suho sambil menyodorkan buku yang Ha Jin cari.
“
Oh! Gomawo...” kata Ha Jin dengan senyumnya.
Suho
menganggukkan kepalanya. Tangan basahnya mengelus-elus celananya.
“
Ehem...” salah satu teman Suho berdehem dan yang lainnya bersiulan seperti
memberikan kode-kode rahasia.
Ekspresi
Ha Jin berubah menjadi heran melihat teman-teman Suho yang memiliki kegilaan
setaraf dengan Suho.
“
Oh ne! Apa kau suka lagu di bukumu itu?” tanya Suho membuat Ha Jin semakin
gemetaran.
“
Maksudmu...Forever?” tanya Ha Jin memastikan. Suho menjawabnya dengan anggukan.
“
Kau membacanya?” lagi lagi Suho mengangguk, “ Tidak sopan membaca buku orang
lain tanpa izin dari pemiliknya!” kata Ha Jin mengingatkan, “ Aku sangat suka
lagu itu.” lanjut Ha Jin sambil tersenyum.
“
Oooh...” kata Suho sambil mengangguk-anggukan kepalanya LAGI.
“
Geureom...gomawo...annyeong!” kata Ha Jin sambil meninggalkan Suho.
Suho
kembali bersama temannya. Jantungnya masih sama seperti hari-hari ketika Ha Jin
berada dekat dengannya. Senyum itu terlukis jelas di wajah Suho ketika Ha Jin
benar-benar tak bisa melihatnya dari kejauhan. Kedua bola mata Suho terus
mengikuti langkah kaki Ha Jin sampai tak terlihat dengan banyaknya siswa yang
lalu lalang di sekitarnya.
Park
Ha Jin’s POV
Dentuman-dentuman
ini terasa begitu lama. Kepalaku sama sekali tak berani menengokkan kebelakang.
Aku takut dia melihatku. Dia membaca tulisan di lembar yang ada di bukuku.
Apakah dia tahu? Lagu itu sangat menyentuh dan cahaya yang dimaksud di lagu itu
menurutku adalah Suho.
Pipiku
merona-rona. Senyum ini terus menghiasi wajahku begitu lama. Aku ingin sekali
berteriak dan mengatakan bahwa aku sangat bahagia. Bahkan buku tadi terasa
begitu berarti untukku.
Semua
urusan selesai tepat pada waktunya. Bel jam pelajaran berakhir juga sudah
terdengar dan senyumku masih melekat di wajahku.
Aku
menuntun sepedaku keluar gerbang sekolah. Dan berpisah dengan teman-temanku di
gerbang sekolah. Kukayuh sepeda ini dengan santai, mengikuti alunan angin yang
bertiup sejuk seperti melodi musik yang damai.
Ketika
aku sibuk menikmati semua kebahagiaan ini, seseorang mengejutkanku dari
belakang.
“
Ha Jin~ah!” panggil seorang namja dengan mensejajarkan sepedanya dengan
sepedaku.
“
Oh! Luhan!” sapaku bahagia.
Luhan
adalah temanku sejak SD sampai sekarang. Rumahnya berdampingan denganku. Ibunya
membuka restoran makanan korea. Ayahnya bekerja di salah satu rumah sakit di
korea. Sayangnya dia tidak satu sekolah denganku. Tapi sekolahnya berada tak
jauh dari sekolahku. Jadi, terkadang aku masih bisa pulang bersama dengan
Luhan.
“
Akhir-akhir ini kau sering pulang sore! Ada apa di sekolahmu?” tanya Luhan
“
Seperti biasa! Ada berbagai bimbingan belajar, ekstrakurikuler, dan banyak
sekali kegiatan melelahkan.” Kataku dengan nada yang tetap bahagia.
“
Sepertinya kau bahagia? Apa ada sesuatu yang membuatmu terlihat sebahagia ini?”
tanya Luhan yang ternyata menyadari ekspresi bahagiaku ini.
Dan
ketika Luhan menanyakan hal itu, Suho terlihat sedang berada di belakangku dan
Luhan. Kepalaku menoleh ke belakang. Begitu juga dengan Luhan. Sepertinya Luhan
terlihat seperti biasa, tersenyum dengan wajah innocent-nya. Biasanya dia
melewatiku, tapi kenapa hari ini dia lebih memilih mengayuh sepedanya di
belakangku? Apa dia ingin menguping? Ah tidak mungkin! Untuk apa dia
menguping? Aku saja tak punya hubungan apapun dengan Suho. Aku hanya
menyukainya. Hanya itu...dan hanya...
Deg...deg...deg...yang
kurasakan selama di perjalanan pulang.
Suho’s
POV
Hari
yang menyenangkan. Tidak biasanya jam pelajaran berakhir di jam 10.00 KST, jadi
manfaatkan waktu sebaik-baiknya.
Kukayuh
sepedaku dengan cukup kencang. Maklum namanya juga namja J.
Mataku cukup ahli untuk melihat sesuatu yang jauh. Ada seorang yeoja dan namja
yang sedang bersepeda berdua di depanku cukup jauh. Sepertinya yeoja itu satu
sekolah denganku. Dan sepertinya aku mengenalnya. Semakin lama, jarakku semakin
dekat. Ketika tepat aku di belakang yeoja dan namja itu, yeoja itu menoleh ke
arahku.
Deg..deg...
Detak
jantungku meningkat. Degupan yang begitu kencang ini seakan terdengar keras di
telingaku. Tapi melihat namja di sampingnya, rasanya seperti sebuah bom yang
baru saja meluluh lantakan bumi ini. Apa mereka punya hubungan khusus?
Ha
Jin hanya menoleh ke arahku tanpa menyapaku sama sekali. Dan barulah namja di
sampingnya menengok ke belakang.
“
JoonMyun~ah!” sapa Luhan dengan senyumnya yang khas.
“
Oh! Luhan! Ternyata itu kau?” tanyaku bodoh.
“
Geurae!” jawab Luhan masih dengan senyumnya.
Tapi
Ha Jin sama sekali tak menggerakan kepala sedikitpun untuk menengok ke arahku.
Aku hanya mengikuti mereka berdua dari belakang. Sebenarnya aku berniat
menguping pembicaraan mereka. Jadi konsentrasi!
Menit-menit
berlalu. Sedari tadi mereka hanya membicarakan game, film, dan ada
selipan-selipan kecil dari pengalaman-pengalaman mereka. Ada juga pembicaraan
menyangkut bahasa China dll. Tapi ketika Luhan sampai di rumahnya, dan otomatis
Ha Jin juga sampai, mengingat rumahnya yang hanya di batasi dengan 1 gang
keeeeciiil sekali. Mungkin sekitar 70 cm.
“
Ha Jin~ah! Nanti tolong temani aku membelikan kado untuk ibuku! Hari ini ibuku
ulang tahun.” pinta Luhan menghentikan sepedanya tepat di samping Ha Jin.
Tanganku
menggenggam erat kemudi sepedaku. Luhan itu menyebalkan sekali! Untuk apa
meminta Ha Jin menemaninya membeli kado? Bukankah dia bisa membelinya sendiri?
Dan kenapa harus berbicara sedekat itu?
“
Ne! Aku tunggu!” jawab Ha Jin yang terdengar samar-samar di telingaku.
Keadaanku
sekarang berada cukup jauh dengan Ha Jin. Ku coba melihat ke belakang.
“
Mwo?!” kataku terkejut melihat apa yang Luhan dan Ha Jin lakukan.
Mereka
saling melambaikan tangan! Bahkan Ha Jin tersenyum bahagia begitu juga dengan
Luhan.
Park
Ha Jin’s POV
“
Ha Jin~ah! Nanti tolong temani aku membelikan kado untuk ibuku! Hari ini ibuku
ulang tahun.” pinta Luhan menghentikan sepedanya tepat di sampingku.
“
Ne! Aku tunggu!” jawabku sumringah.
“
Gomawo!” kata Luhan sambil tersenyum manis ke arahku.
“
Ne!” jawabku.
Sebelum
Luhan masuk ke rumahnya, dia melambaikan tangan ke arahku. Dan mana mungkin aku
tidak membalas lambaian tangannya?
Ku
gerakakan tanganku ke kanan dan ke kiri di sertai dengan senyum yang bahagia.
Ku
langkahkan kakiku untuk masuk ke dalam rumah. Seperti biasanya, rumah dalam
keadaan sepi. Kakakku, Hye Jin di luar negeri untuk meneruskan sekolahnya.
Ibuku juga masih bekerja. Ayahku sepertinya sedang ada urusan.
Aku
sengaja tidak makan siang karena aku berencana makan siang bersama Luhan.
Luhan’s
POV
Sebelumnya
aku tak pernah mengajak Ha Jin pergi denganku, tapi sepertinya ini waktu yang
tepat. Selama aku berteman dengannya, aku tak pernah sekalipun bertengkar
dengannya mungkin hanya jengkel. Tapi Jika aku punya masalah kejiwaan, aku tak
perlu jauh-jauh atau membayar mahal untuk pergi ke psikiater, cukup menemui Ha
Jin dan silahkan berkonsultasi. Seperti itulah Ha Jin mempromosikan diri
sebagai psikiater ‘ilegal’. Tapi karena tingkahnya yang memiliki tingkat
kegilaan cukup tinggi, membuatku tak pernah memiliki masalah dengannya.
Hari
ini aku berencana mengajak Ha Jin pergi keluar dan sekalian makan siang. Ku
buka lemari di kamarku, ku pilah-pilah baju yang sesuai denganku. Lama sekali
memilih dan barulah menemukan baju yang cocok untukku dan keren...J. Aku keluar dari kamarku.
“
Waah...anak ibu rapi sekali? Mau pergi kemana?” tanya ibuku sambil tersenyum.
Aku
hanya tersenyum menanggapi ibuku. Kemudian ibuku bertanya lagi dengan
pertanyaan yang membuat nafasku terhenti sejenak.
“
Apa kau akan pergi berkencan?” tanya ibuku
“
Aku hanya pergi sebentar dengan Ha Jin! Jika aku pergi berkencan, aku akan
tampil lebih tampan lagi dari ini!” kataku menanggapi godaan ibuku, “ Eomma! Na
galge!” lanjutku sambil berjalan keluar rumah.
Aku
menaiki motorku. Ku lihat Ha Jin mulai keluar dari rumahnya. Tiba-tiba ibuku
menghampiriku dan membisikan sesuatu ke telingaku.
“
Jika kau menyukai Ha Jin, segera katakan padanya! Jangan di pendam seperti itu!”
“
Eomma!” kataku terkejut mendengar perkataan ibuku tentang Ha Jin. Bagaimana
ibuku bisa tahu jika aku menyukai Ha Jin? Selama ini aku tak pernah
mengatakannya. Aku tersenyum kecil ketika melihat ibuku yang kembali masuk ke
dalam rumah.
Ku
jalankan motorku mendekati rumah Ha Jin. Dan tepat dia keluar rumah. Dia duduk
di belakangku. Tangannya berpegangan di sisi-sisi motorku. Mungkin juga sedikit
aneh. Meskipun aku berteman sangat baik dengannya, tapi tetap saja aku ini
namja.
Begitu
sampai di tempat tujuan, aku membelikan sebuah kado untuk eomma-ku. Ha Jin juga
ikut membantuku. Setelah selesai, kami makan siang bersama dan melakukan
pembicaraan dengan tema yang selalu bergonta-ganti. Aku tak berniat memberi
tahu Ha Jin tentang perasaanku karena sebentar lagi ujian. Kami ingin fokus
dulu dengan sekolah.
Author’s
POV
Setelah
menghadapi ujian, tak lama hasilnya keluar. Banyak sekali siswa yang
bergerumbul untuk melihat hasilnya. Papan pengumuman itu cukup sulit untuk di
lihat. Ada beberapa bagian yang letaknya diatas kepala kami. Jadi beberapa
melompat-lompat untuk melihat pengumuman.
Suho’s
POV
Papan
pengumuman itu benar-benar sesak oleh siswa yang juga ingin mengetahui hasil
ujian mereka. Beruntung aku bisa berada di barisan paling depan. Selesai
melihat nilaiku, aku cukup bangga dengannya. Ketika aku berniat keluar, mataku
tak sengaja melihat Ha Jin yang terlihat tak bisa bernafas. Dahinya berkerut
menahan desakan dari siswa lain. Dia terlihat sangat kesakitan karena desakan
itu. Aku tak tega melihatnya seperti itu, dan mungkin ini hal yang bisa
kulakukan untuk membantunya. Sebentar lagi aku akan masuk ke universitas, jadi
akan sangat sulit untuk bertemu dengannya lagi nanti.
“
Ha Jin~ah! Keluarlah! Aku akan melihat nilaimu!” kataku
“
Oh?!” serunya terlihat terkejut.
“
Bballi!” kataku kemudian membalikan badan untuk kembali melihat papan nilai.
Tak
lama aku mencari namanya. Namanya hanya berjarak 1 nama dari namaku. Aku keluar
dengan nafas lega karena berhasil keluar dari kerumunan menyesakkan itu.
“
Oh! Suho!” panggilnya sambil menghampiriku dengan senyumnya dan tangan kanannya
terlihat memijat-mijat bahunya.. Mungkin karena berdesak-desakan tadi. Dan rona
pink di kedua pipinya, membuatku berfikiran apa Ha Jin memiliki perasaan yang
sama denganku?
Aku
memberi tahunya tentang nilainya. Ha Jin terlihat bahagia. Ha Jin sempat
bertanya dengan nilaiku, tentu saja aku memberi tahunya! Untuk apa di
sembunyikan?
Park
Ha Jin’s POV
Aku
senang Suho membantuku hari ini. Bagaimana dengan nilainya? Aku yakin pasti
bagus. Ini bukan yang pertama kalinya dia membuat nafasku berhenti, membuat
jantungku berdegup tak wajar, membuat anggota tubuhku seperti mati rasa, dan
ini bukan pertama kalinya dia membuatku tersenyum sebahagia ini.
Suho
memberi tahuku tentang nilaiku. Dan aku hanya berjarak satu peringkat
dengannya. Rasanya benar-benar mengagumkan.
“
Wow! Bagilah otakmu itu denganku! Kau hebat!” pujiku dengan senyum yang puas.
“
Neodo! Kau akan melanjutkan sekolah kemana?” tanya Suho.
Perasaan
kacau menyelimutiku ketika Suho bertanya tentang hal itu. Ibuku akan mengirimku
ke luar negri untuk melanjutkan sekolah. Jika aku pergi, aku tak akan bertemu
Suho kurang lebih selama 4 tahun. Tapi aku tak ingin memberi tahunya. Bukan
karena apa-apa, tapi aku hanya tak ingin berhenti. Aku ingin meraih apa yang ku
inginkan tanpa ada perasaan sakit ketika aku melangkahkan kakiku nanti.
“
Molla! Bagaimana denganmu?” tanyaku menyembunyikan semua rencanaku.
“
Aku akan tetap sekolah di Korea. Apa kau akan sekolah di luar negri seperti
kakakmu?” tanya Suho benar-benar membuat hati dan fikiranku semakin rumit.
“
Aku belum tahu dengan hal itu.” jawabku sekenanya.
“
Oh! Ne..” jawabnya.
Kulihat
raut wajah sedih terlukis dengan sangat jelas. Kemudian dia tersenyum sedih dan
pergi ke kelasnya. Mataku terus memandangnya dari kejauhan. Aku hanya
menunggunya mengatakan apa yang ku inginkan. Aku merasa seperti ada tekanan
dalam nafasku ketika melihat ekspresi wajahnya yang seperti itu. Meskipun pada
akhirnya aku tetap akan melanjutkan sekolahku ke luar negeri, aku akan selalu
menunggunya.
Luhan’s
POV
Setelah
hasil ujian keluar, Ha Jin sangat sibuk mengurusi pendaftarannya untuk
melanjutkan sekolah ke luar negeri. Ku dengar dia sudah di terima di salah satu
Universitas terbaik di negara yang baik pula tingkat pendidikannya. Sekarang
sepertinya ada waktu luang. Dan ini saatnya aku menyatakan perasaanku yang
sesungguhnya pada Ha Jin. Aku berniat mengajaknya untuk pergi sore ini. Aku
sudah berpakaian rapi tapi santai. Mungkin kami hanya sekedar jalan-jalan, tapi
ini pasti akan menyenangkan.
Jemariku
mulai menekan tombol di ponselku. Setelah nada dering ketiga, barulah suara Ha
Jin terdengar.
“
Yeoboseyo...” suaranya terdengar sumringah.
“
Ha Jin~ah! Ayo pergi!” ajakku
“
Eodisseo?” tanya Ha Jin
“
Kita jalan-jalan! Apa tidak bosan di rumah? Ini saatnya kita santai bukan?”
kataku memancingnya untuk ikut denganku.
“
Geurae! Tapi jarak rumah kita hanya beberapa meter! Untuk apa menelfon?” tanya Ha
Jin yang benar-benar genius untuk
membuatku tertawa kecil di tengah-tengah degupan jantungku yang tak beraturan.
“ Ehmm! Aku akan menjemputmu nanti.” Kataku
langsung menutup telfon.
Senyum di wajahku benar benar tak bisa
dikendalikan. Aku ingin berteriak di sela-sela lompatan bahagiaku.
Berada
di sekitar taman hiburan bersama Ha Jin benar-benar menyenangkan. Banyak sekali
wahana yang ku naiki bersama Ha Jin. Dia terlihat begitu bahagia dan membuatku
semakin yakin untuk mengatakan perasaanku.
“
Oh! Ini menyenangkan!” kata Ha Jin sambil tersenyum ke arahku.
“
Jinjjayo?”
Rasanya
seperti kehabisan oksigen. Kemanapun aku mencari, oksigen itu terasa hilang
seperti tertelan bumi. Apa aku akan mati karena semua ini? Terlalu sering aku
menghela nafas begitu panjang yang membuat Ha Jin merasa aneh denganku.
“
Yah! Ayo main itu! Dan dapatkan boneka itu!” kata Ha Jin sambil menarikku
mendekati salah satu lokasi permainan.
Caranya
mudah! Kau hanya perlu melempar sebuah bola untuk merobohkan tumpukan-tumpukan
tabung-tabung kecil yang berada di depan. Ada 3 tumpukan tabung-tabung kecil di
depan. Jika kau bisa merobohkan ketiganya, maka kau adalah pemenang. Bukankah
sangat mudah?
Ketiga
tumpukan tabung itu berhasil ku robohkan dengan satu tangan saja. Aku tahu kenapa
Ha Jin menyuruhku memainkan ini semua. apalagi kalau bukan dia menginginkan
boneka-boneka di depan sana?
“
Aku tahu! Kau menginginkan ini!” kataku,” Untukmu!” kataku sambil menyodorkan
boneka teddy bear yang di anggap para yeoja-yeoja itu lucu.
“
Kau menebaknya dengan baik! Gomawo...” katanya terus tersenyum ke arahku.
“
Aku ingin ice cream! Ayo beli di sebelah sana!” ajakku.
Aku
berjalan menuju kios ice cream di seberang tempatku berdiri. Sampai disana, aku
memesan dua ice cream. Sebentar lagi, apa yang terpendam di hatiku selama ini,
akan ku ungkap dengan romantis di sini.
“
Untukmu!” kataku
“
Gomawo...” kata Ha Jin manis.
Aku
duduk di depannya dengan menikmati ice cream yang benar-benar terasa manis di
lidahku. Otakku mencoba mengatur syaraf-syaraf di sekitar bibirku. Aku tak
ingin apa yang kukatakan terdengar kaku. Tapi ada satu hambatan kecil.
“
Luhan! Apa yang kau lakukan disini?” tanya Suho yang berjalan mendekat ke
arahku. Dia datang bersama seorang yeoja yang tak kukenal. Kedatangannya dari
arah belakang Ha Jin, jadi dia tidak tahu kalau yeoja di depanku adalah Ha Jin.
“
Siapa dia? Apa dia yeo...” kata-katanya terhenti begitu melihat Ha Jin.
Ha
Jin terlihat begitu terkejut. Ekspresinya seketika berubah dari yang awalnya
terus tersenyum kepadaku, sekarang berubah menjadi datar tanpa ekspresi.
“
Siapa yang disampingmu?” tanyaku
“
Oh...nae yeoja chingu!” jawab Suho sedikit gugup dengan mata yang terus mencuri
pandang ke arah Ha Jin. Aku sedikit kurang nyaman dengan suasana ini.
Sedangkan
Ha Jin, begitu mendengar jawaban Suho, matanya menunjukkan keterkejutan dan
setelah itu berubah begitu sedih. Aku tak mengerti dengan semua ini. Aku tak
begitu mengerti dengan makna yang diberikan oleh mata.
“
Bolehkah kami bergabung?” tanya Suho.
“
Tentu!” jawabku dengan senyum di wajahku.
Sepertinya
apa yang kurasakan berbeda dengan apa yang Ha Jin rasakan. Begitu suho selesai
membeli ice cream, Ha Jin terus terdiam. Bahkan ice creamnya jarang sekali di
sentuh.
“
Cepat habiskan ice creammu! Lihatlah ice creamnya hampir mencair.” Kataku
“
Uh?!” sepertinya otaknya sedang tidak baik.
Kemudian
dia mengangguk. Dan memberi senyuman palsu ke arahku dengan mata yang sekali
melirik ke arah Suho. Begitu Ha Jin tak memperhatikan Suho, giliran Suho yang
terus memandangi Ha Jin dengan pandangan khawatir. Sebenarnya apa yang mereka
berdua sembunyikan dariku?
“
Luhan oppa! Banyak sekali temanku yang mengidolakanmu! Oppa sangat populer di
sekolahku!” celetuk yeoja chingu Suho membuyarkan pengamatanku.
“
Jinjjayo?” tanyaku berpura-pura tidak tahu.
Aku
tahu tentang itu semua dari Ha Jin. Dia bilang banyak sekali teman-temannya
yang membicarakanku. Bahkan tergila-gila padaku?! Tapi Ha Jin malah mengatakan,
“ Aku heran dengan mereka semua! Bagaimana bisa mereka menyukaimu? Mungkin
kacamata mereka tertinggal di rumah ketika mereka melihatmu!” aku hanya
bisa bersabar dengan gurauan Ha Jin.
Tiba-tiba
Ha Jin mengirim pesan ke ponselku. Bayangkan kami hanya duduk berhadapan tapi
dia mengirim pesan untukku.
Park
Ha Jin : Aku ingin pergi dari sini!
Ku
balas pesannya.
Luhan
: Wae?
Tak
lama 1 pesan dari Ha Jin.
Park
Ha Jin : Aku mohon! Tolonglah!
Akhirnya
aku menuruti permintaan Ha Jin. Aku berjalan menyusuri awan yang mulai berubah
Jingga. Ha Jin terlihat begitu sedih. Aku tahu ketika Ha Jin sulit menghadapi
masalah, Ha Jin akan sangat sering mengusap daerah di sekitar wajahnya.
Linangan
air mata yang menyesakkan itu seakan memberiku petunjuk. Aku mengerti sekarang.
Namja yang Ha Jin tunggu bukan aku tapi Suho. Terasa begitu menyesak di hatiku,
begitu menyayat hatiku. Helaan nafasku terdengar begitu keras ketika aku mulai
menyadarinya. Begitu bodohnya aku! Selama ini aku mencintai seseorang yang tak
mencintaiku! Inikah yang harus kudapatkan?
Park
Ha Jin’s POV
Kenapa
harus seperti ini? Kenapa Suho tak bisa mengerti perasaanku? Aku benar-benar
merasa sangat sakit. Aku malas melakukan apapun. Biasanya aku semangat untuk
pergi makan bersama di ruang makan dengan keluargaku. Tapi aku benar-benar tak
menginginkan itu. Terasa sangat sesak di dalam. Aku hanya bisa menangis.
Seharusnya aku berhenti sejak dulu! begitu mudahnya aku dibodohi! Untuk apa
membantuku? Seakan-akan hanya memberiku sebuah harapan kosong. Sekarang tak
berjalan seperti apa yang ku harapkan.
“
Kau bukan cahaya lagi untukku.”
Kurasa
lagu yang cocok untukku saat ini adalah lagu dari Tae Yeon SNSD yang berjudul
“If”.
Luhan’s
POV
Sejak
aku tahu tentang Ha Jin dan Suho, aku sama sekali tak berniat untuk membenci Ha
Jin ataupun Suho. tapi Ha Jin berubah selama beberapa hari dia jadi lebih diam,
tak begitu banyak berbicara. Dia hanya akan berbicara ketika aku bertanya, baru
akan makan jika ibunya yang menyuruhnya makan, dan lebih banyak mengurung diri
di rumah. Aku tak tahan dengan sifatnya yang seperti itu. ini pertama kalinya
aku melihat Ha Jin semurung ini. Apalagi hanya karena seorang namja yang belum
tentu peduli dengan keadaannya sekarang.
Aku
merasa Suho juga menyukai Ha Jin. Hanya saja, Suho tak berani mengatakannya dan
berusaha mencari orang lain. Tidakkah itu perbuatan seorang pengecut?
Kesabaranku seperti berada di ujung tanduk. Aku tak bisa melihat Ha Jin seperti
ini, terus diam dan sulit di mengerti.
Dengan
mantap, ku temui Ha Jin di rumahnya. Ha Jin sendiri yang membuka pintu. Hanya
tatapan sedih yang ku lihat di sana.
“
Aku ingin bicara denganmu! Sekarang ikut denganku!” kataku to the point.
Aku
menarik Ha Jin menuju taman kecil di sudut kota. Sebuah taman yang jarang di
kunjungi banyak orang. Ha Jin hanya diam dan mengikutiku. Begitu sampai, Ha Jin
duduk di kursi taman dengan tenang.
“
Ada apa?” tanyanya singkat.
“
Seharusnya aku yang bertanya! Ada apa denganmu? Kenapa kau jadi seperti ini?”
teriakku cukup kencang. Ha Jin hanya menundukan kepala dengan mata yang
berkaca-kaca.
“
Kau tak akan mengerti!” jawabnya lirih.
“
Beri tahu aku agar aku mengerti! Apa karena Suho? Karena dia kau seperti ini?”
tegasku dengan nada lemah di kata-kata akhir.
Kepalanya
mendongak. Seakan semua itu benar. Sorot matanya begitu sedih. Air mata yang
tak bisa di bendung itu akhirnya benar-benar jatuh. Dan air mata itu seperti
cambuk untukku.
“
Aku mengerti ini sangat menyakitkan! Tapi berfikirlah lebih baik lagi! Jika kau
terus seperti ini, apa yang kau harapkan takkan terwujud sempurna!” kataku
meluluhkannya untuk mulai berbicara.
“
Aku hanya terlalu bodoh! Aku terlalu mengharapkannya, dan itu membuatku...”
katanya lirih yang kemudian terhenti karena air matanya.
“
Kau berhak mendapatkan seorang namja yang lebih baik! Jadi jangan bersikap
seperti ini lagi! Aku ingin kau menjadi Ha Jin yang dulu! Aku suka Ha Jin yang
dulu!” kataku meyakinkannya, namun semua itu gagal. Dia hanya terdiam dalam
tangisnya.
Sesakit
itukah? Aku juga sakit melihatnya seperti ini. Dadaku terasa sesak. Hanya perih
yang bisa ku rasakan melihat Ha Jin sangat menyukai Suho. tapi apapun yang
kulakukan, tak akan bisa membuatnya menyukaiku.
Sekarang
aku sudah putuskan! Aku tak akan mengatakan perasaanku, aku hanya akan
memendamnya meskipun aku tahu semua itu akan menyiksaku. Aku ingin melihatnya
bahagia. Aku tak ingin mempersulit kehidupannya, aku akan tetap menjadi
sahabatnya. Aku akan membuatnya kembali tersenyum, melupakan semua rasa sakit
ini bersamaku.
Park
Ha Jin’s POV
Seharusnya
aku memberi tahu Luhan sejak dulu. mungkin jika Luhan mengerti tentang ini, dia
bisa membantuku.
“
Aku mengerti ini sangat menyakitkan! Tapi berfikirlah lebih baik lagi! Jika kau
terus seperti ini, apa yang kau harapkan takkan terwujud sempurna!” kata Luhan
dengan sedikit emosi.
“
Aku hanya terlalu bodoh! Aku terlalu mengharapkannya, dan itu membuatku...”
kataku lirih yang kemudian terhenti karena aku tak bisa mengungkapkan apa yang
kurasakan sekarang.
Kata
“ sakit” tidak cukup untuk menyatakan perasaanku. Ini lebih buruk dari sakit.
Aku merasa seakan-akan ada sebuah pisau yang menancap dan akan membunuhku
dengan cepat. Perasaaanku sulit untuk di ekspresikan dengan kata-kata. Karena
kata “sakit” tak mampu untuk mewakili semuanya.
“
Kau berhak mendapatkan seorang namja yang lebih baik! Jadi jangan bersikap
seperti ini lagi! Aku ingin kau menjadi Ha Jin yang dulu! Aku suka Ha Jin yang
dulu!” kata Luhan meyakinkanku.
Aku
merasa menyesal memperlakukan Luhan seperti ini. Tak seharusnya aku menangis.
Benar! Aku bisa mendapatkan seseorang yang lebih baik, dan lebih mengerti. Aku
akan buktikan bahwa aku bisa hidup tanpa seorang Suho, aku bisa berhasil tanpa
Suho. Karena setelah aku kembali nanti, Suho akan melihatku begitu bersinar.
Aku
akan melepas Suho mulai sekarang. Aku akan membiarkannya bahagia bersama
seseorang yang dia inginkan. Aku tak ingin membuang waktuku karenanya. Banyak
hal yang bisa kulakukan!
“
Yaksokhalge jal hal geoya”
Luhan’s
POV
Kubenamkan
diriku di tempat tidurku. Ku ulangi sekali lagi ingatan ketika pertama kali
kulihat Ha Jin sangat sedih. Setiap kali Ha Jin berbicara denganku, pasti ada
sebuah keceriaan di sana, tapi semua itu berubah dengan cepat. Sekarang Ha Jin
memberikan wajah datar, tatapan mata sedih, dan tak seperti biasanya.
Apapun
yang kukatakan, sepertinya tak akan menyembuhkan Ha Jin dari rasa sakitnya. Dan
apapun yang kulakukan, tak pernah bisa membuatku melupakan Ha Jin. Semakin lama
aku memikirkannya, membuat mataku mulai terpejam.
*SKIP*
Sinar
cerah itu masuk melalui celah-celah kaca. Begitu cepat pagi datang. Dan begitu
keras bunyi dering dari ponselku. Ku raih ponselku. Kulihat nama Ha Jin tertera
di sana.
Park
Ha Jin : Lihatlah keluar!
“
Kenapa dia mengirim pesan seperti ini?” batinku heran
Kulangkahkan
kakiku menuju balkon. Mataku tengah mencari-cari sesuatu. Dan yang ku temukan, seorang
yeoja dengan sepedanya berdiri di depan rumahku. Sorot matanya yang bahagia
tertuju padaku. lambaian tangannya membuatku tertegun.
“
Benarkah ini Ha Jin? Dia mendengarkan apa yang kukatakan!” batinku gembira.
Senyumku
merekah. Senyum lebar yang sepertinya kelewat lebar ini benar-benar mewakili
perasaanku yang bahagia.
“
Turunlah! Ayo bersepeda!” teriak Ha Jin sambil mengayunkan tangannya.
Kepalaku
mengagguk cepat. Ha Jin memarkir sepedanya di depan rumahku dan berjalan masuk.
Tanpa ba..bi..bu..lagi, aku berlari untuk bersiap-siap.
Tak
lama, aku turun dengan wajah segar. Aku tahu dia bisa membaca ekspresi mataku.
Ini menunjukkan bahwa aku benar-benar bahagia. kulihat Ha Jin benar-benar
berbeda. Kebahagiaan itu kulihat begitu tulus dan bukan sebuah kebohongan.
“
Aku senang kau kembali!” kataku sumringah
“
Ayo bersepeda!” ajak Ha Jin
Ku
anggukkan kepalaku dengan mantap. Kami mengayuh sepeda bersama di sebuah taman.
Tawanya sama seperti tawa yang kulihat dulu. Bahkan ini terasa lebih baik. Jika
aku menjadi Suho, aku tak akan menyakiti Ha Jin seperti ini, dan jika Ha Jin
bisa menyukaiku, aku tak akan menyia-nyiakannya dan aku akan membahagiakannya.
Awan
jingga itu menyelimuti semua kebahagiaanku. Di bawah pohon, aku duduk sejajar
dengan Ha Jin. Suasananya lebih hening.
“
Bukankah kau akan berangkat besok?” tanyaku memecah keheningan.
“
Geurae! Aku sedikit berat untuk pergi!” jawab Ha Jin memandangku dengan
senyumnya yang tipis.
“
Wae? Apa ini masih karena Suho?” tanyaku seperti memutar kenangan lalu.
“
Ani! Aku melepasnya sekarang! Aku tak akan bertemu orang-orang yang
menyenangkan sepertimu 4 tahun kedepan! Bukankah itu cukup berat?” tanyanya
sambil menyenggol lenganku dengan tawa kecilnya.
“
Aku akan sering menelfonmu nanti! Maskipun aku akan membayar mahal dengan
tagihan ponselku!” gurauku
“
Hmm...aku ingin meminta tolong!” kata Ha Jin serius.
“
Apa itu?”
“
Jangan biarkan Suho tahu tentang kepergianku ke luar negeri besok! Bisakah kau
menolongku?” tanyanya membuatku terasa jatuh kembali.
Di
saat yang membahagiakan untukku, tapi dia masih saja memikirkan Suho.
“
Aku akan berusaha!” kataku lirih.
Senyumnya
merekah. Melihat senyum itu, membuatku sedikit yakin bahwa Ha Jin benar-benar
melepas Suho. dan mencoba hidup lebih tenang tanpa tekanan seperti yang ia
harapkan.
Author’s
POV
Di
pagi hari, rumah Ha Jin begitu ramai. Apalagi kalau bukan untuk memepersiapkan
keberangkatan Ha Jin ke luar negeri. 4 tahun kedepan, di musim semi yang telah
berganti selama 4 kali, barulah Ha Jin akan kembali ke Korea. 4 tahun bukanlah
waktu yang singkat. Tapi akan menjadi suatu sejarah yang membaggakan.
“
Telfon Eomma jika nanti kau sudah sampai disana!” pinta ibu Ha Jin.
“
Ne!” kata Ha Jin dengan sedikit kesedihan dalam sorotan matanya.
“
Kau yakin Ibu tak perlu mengantarmu?” tanya Ibu Ha Jin benar-benar perhatian.
“
Luhan saja sudah cukup! Eomma beristirahat saja!” kata Ha Jin sembari menunggu
koper-koper itu masuk ke dalam bagasi di taksi itu.
“
Pastikan Ha Jin berangkat! Dan pastikan dia baik-baik saja!” pesan Ibu Ha Jin
sambil menatap Luhan dengan penuh kepercayaan.
“
Ne! Ahjumma jangan khawatir!” jawab Luhan semakin meyakinkan.
Ha
Jin melambaikan tangan ke arah keluarganya. Begitu berat baginya, tapi inilah
yang terbaik untuk masa depan Ha Jin. Taksi yang Ha Jin dan Luhan naikki
berjalan begitu cepat untuk pergi dari sekitar rumahnya. Dan begitu lamban
ketika memasuki jalan raya yang ramai.
“
Jangan lupakan aku! Telfon aku ketika kau sempat!” pesan Luhan.
“
Bagaimana bisa aku melupakanmu? Kau juga jangan melupakanku! Jika nanti kau
punya yeoja chingu, kau harus tetap mengingatku! Jangan mengabaikan telfonku
nanti!” Ha Jin tertawa kecil mendengar ucapannya sendiri.
“
Jika nanti kau punya yeoja chingu, beri tahu aku namanya. Ok?!” Goda Ha Jin
membuat Luhan tertawa lepas.
“
Ada-ada saja kau ini!” jawab Luhan sambil mengacak-acak rambut Ha Jin.
“
Yah!” teriak Ha Jin sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakkan.
Drrrt...drrrt...drrrt...
Ponsel
Luhan bergetar cukup keras. Ha Jin membaca nama yang tertera di layar ponsel
Luhan.
“
Suho” Ha Jin membaca nama di layar itu. Hembusan nafas Ha Jin terdengar setelah
membacanya.
Luhan
menatap Ha Jin seolah bertanya ‘bolehkah aku mengangkat telfonnya?’
“
Kenapa hanya diam?” tanya Ha Jin.
“
Kau tidak apa-apa?” tanya Luhan sedikit aneh.
“
Aku?” tanya Ha Jin sedikit kebingungan dengan pertanyaan Luhan yang berbelok. Ha
Jin menurunkan bahunya ketika sadar dengan apa yang Luhan maksud.
“
Jangan beri tahu dia!” kata Ha Jin cepat.
Luhan
mengangguk-angguk. Jemarinya menekan tombol hijau di ponselnya. Dan
mendekatkannya ke telinganya. Luhan mencoba menghapus perasaan ragu yang ada
dalam dirinya. Hanya jawaban singkat yang mampu Luhan berikan pada Suho.
Suho’s
POV
Beberapa
waktu lalu, aku bertemu Ha Jin sedang bersama Luhan di taman hiburan. Dadaku
terasa sesak melihat mereka berdua. Aku tahu mereka hanya berteman, tapi
sedekat itukah?
Aku
tak tahu kenapa Ha Jin begitu diam saat itu. dia malah memutuskan pergi ke
tempat lain bersama Luhan. Apa aku benar-benar tak ada artinya bagi Ha Jin? Dia
selalu diam jika bersamaku, tapi banyak berbicara ketika bersama Luhan. Apa dia
membenciku karena dulu aku tidak meminta maaf? Seburuk itukah? Senyum Ha Jin
selalu mengembang ketika bersama Luhan, tapi virus hening itu selalu datang
ketika aku dan Ha Jin bertemu. Sikap Ha Jin padaku kurasa cukup dingin. Tapi
begitu menghangat jika keadaan mulai nyaman dengannya. Gadis yang sulit di
tebak, itulah Ha Jin.
Mungkin
gila, tapi hari ini aku akan menyatakan perasaanku pada Ha Jin. Aku sudah
memutuskan yeoja chinguku lama sekali. Dan sebenarnya aku tidak sungguh-sungguh
dengan yeoja chinguku itu. aku hanya ingin berlari dari perasaanku. Ha Jin
sangat sulit menghilang dari benakku.
Aku
ingin meminta bantuan Luhan, karena Luhan mengenal Ha Jin lebih dari siapapun.
Ku gerakkan jemariku dengan cepat di atas layar ponselku. Ku dekatkan dengan
semangat posel itu di samping telingaku. Aku menunggu cukup lama agar suara
Luhan terdengar. Setelah nada dering kelima terdengar, barulah suara Luhan
terdengar.
“
Yeoboseyo...” suara Luhan terdengar ragu-ragu.
“
Oh! Luhan! Dimana kau sekarang?” tanyaku cepat.
“
Ada apa?” tanyanya begitu heran.
“
Ada hal yang ingin kubicarakan denganmu! Aku ingin meminta bantuanmu!” kataku
semangat.
“
Bantuan? Apa yang bisa ku bantu?” tanya Luhan tanda tak keberatan.
“
aku tidak bisa memberi tahumu di telfon! Kita bertemu saja bagaimana?” tanyaku.
“
Bagaimana kalau kau ke rumahku?”
“
Baiklah!”
“
Tapi aku akan kembali ke rumah mungkin sekitar pukul 10. Jadi datanglah ke
rumahku 2 jam lagi! Tidak apa kan?”
“
Tentu! Aku juga masih ada urusan! Nanti kita bertemu lagi.”
“
Umm..”
Klik
Park
Ha Jin’s POV
Suara
percakapan Luhan dan Suho terdengar begitu jelas di telingaku. Apa yang akan
Suho lakukan nanti? Meminta tolong untuk apa? Aku tak mengerti dengannya.
“
Untuk apa dia ingin bertemu denganmu?” tanyaku pada Luhan usai dia menutup
telfon.
“
Aku juga tidak tahu!” jawabnya begitu singkat.
“
Emmm...”
“
Jangan fikirkan hal-hal rumit!” kata Luhan mengejutkanku. Dia bisa membaca
fikiranku. Memang sekarang aku tidak begitu peduli, tapi nanti aku rasa ingin
tahuku mencuat.
Suasana
hening seketika. Dan baru sampai bandara, Luhan berbicara denganku. Dia
membantuku mengurusi semua keperluan. Luhan seperti seorang kakak untukku.
Bahkan sebelum aku take off, dia memberiku pesan-pesan seperti oarang tuaku
tadi pagi.
“
Aku akan merindukanmu!” perkataan Luhan lirih, namun aku masih bisa
mendengarnya.
Ku
kembangkan senyumku. Menandakan bahwa jangan khawatir tentang hal itu. Aku akan
selalu mengingat Luhan.
“
Kau akan menjadi orang yang pertama ku temui nanti setelah aku kembali ke
Korea. Oh bukan orang yang pertama! Nanti aku akan menemui beberapa pramugari,
supir taksi, keluargaku, dan banyak orang yang berlalu lalang di bandara yang
akan ku lihat, jadi kau bukanlah yang pertama!” celotehku panjang.
Luhan
tertawa mendengarnya. Terkadang aku sedikit aneh dengannya. Apa yang kukatakan
terkadang membuatnya tertawa, padahal menurutku itu tidak lucu! Tapi itu
membuat aku merasa di hargai. Hehe...J.
Aku
berjalan menjauh hingga Luhan sama sekali tak terlihat. Aku mencoba menenangkan
diri. Ingatanku terus tertuju pada Suho. Aku bisa hidup tanpa Suho. dan aku
akan buktikan itu semua.
Aku
akan menghirup harumnya musim semi di korea 4 tahun lagi. Aku juga akan melihat
senyum Luhan yang merekah seperti bunga yang mekar di musim semi nanti. Dan
jika aku masih belum bisa melupakan Suho, aku akan menunggunya lagi. Karena tak
selamanya menunggu itu menyakitkan. Ada kalanya menunggu itu menjadi
menyenangkan. Dan ada kalanya menunggu itu akan menjadi melelahkan jika yang
kau tunggu adalah namja seperti Suho.
Suho’s
POV
Tepat
jam sepuluh. Kakiku memasuki restoran Eomma-nya Luhan. Disana begitu ramai.
Uuh...kenapa meminta di tempat seramai ini? Bagaimana kalau dia terkena
serangan jantung karena terkejut mendengar pertanyaanku. Lalu orang-orang
disini menuduhku melakukan pembunuhan.#imajinasi tingkat tinggi...
“
Suho!” panggil Luhan sambil mendekatiku yang hanya celingukan melihat ramainya
restoran Luhan.
“
Ayo ke atas!” ajak Luhan mengajakku ke atas atau ke kamarnya. Sebenarnya aku
sering main ke rumah Luhan, hanya saja Ha Jin tak pernah bersamaan denganku.
Jika hari senin aku ke rumah Luhan dan hari selasa tidak, maka di hari selasa
itulah Ha Jin ke rumah Luhan.
Pernah
sekali, ketika aku bermain ke rumah Luhan, Ha Jin datang untuk mengembalikan
komik Luhan yang ia pinjam. Setelah itu dia langsung kembali pulang.
“
Ibumu pasti sangat pandai memasak!” ujarku.
“
Tidak juga!” jawab Luhan merendah.
“
Lihatlah! Pelanggannya banyak sekali!” kataku yang hanya di tanggapi dengan
senyum manisnya.
“
Oh ya! Apa Ha Jin ada rencana datang kemari?” tanyaku yang sepertinya
mengejutkan Luhan.
“
Kenapa bertanya seperti itu?” tanya Luhan.
“
Tidak apa!”
“
Dia tidak akan kemari hari ini!” kata Luhan sambil membenamkan tubuhnya ke
kasurnya yang empuk, “ Tapi kenapa tiba-tiba menanyakan tentang Ha Jin? Kau
menyukainya?” tanya Luhan mampu membaca kata hatiku.
Aku hanya sedikit kebingungan dengan apa yang
akan ku jawab. Dan tiba-tiba Luhan beranjak dari posisi tidurnya.
“
Apa kau benar-benar menyukainya?” tanya Luhan lagi. Ini semakin mengejutkanku.
“
Aku tidak tahu! Jika aku katakan aku menyukainya, kau pasti akan menyebutku
seorang pengecut. Jika ku katakan tidak, sudah sangat jelas jika itu
kebohongan.” Jelasku mengakui semuanya.
“
Jadi itu benar? Aku tak menyangka kau menyukainya! Kau tahu? Kau memang seorang
pengecut!” kata Luhan ketus.
“
Hey! Kau tidak harus mengatakan itu!” kataku sedikit tersinggung dengan
perkataannya barusan.
“
Tapi itu semua benar!”
“
Aku berniat untuk menyatakan perasaanku, tapi aku tak tahu bagaimana caranya.
Jadi aku meminta bantuanmu!” jelasku
“
Apapun yang kau lakukan, dengan cara apapun kau mengutarakan perasaanmu, dia
pasti akan tetap menerimamu!” kata Luhan santai.
Membuatku
kebingungan. Apa Ha Jin juga memiliki perasaan yang sama denganku?
“
Maksudmu..Ha Jin juga menyukaiku?” tanyaku menyembunyikan perasaan bahagiaku.
“
Ha Jin tulus menyukaimu! Aku yakin kau tidak tahu itu! Dia begitu
memperhatikanmu tapi kau selalu menghiraukannya. Lihatlah matanya ketika
melihatmu! Aku sangat menginginkan
tatapan mata itu! Tapi kau membuang kesempatanmu! Sekarang semua itu
sudah terlambat!” jawab Luhan dengan sedikit emosi.
Bukan
hanya aku yang menyukai Ha Jin. Tapi Luhan juga menyukainya. Aku salah datang
kemari. Aku akan membuatnya membenciku.
“
Kau tahu! Dia pergi! Dia melanjutkan kuliahnya di luar negeri! Semua usahamu
ini sia-sia! 4 tahun kedepan, dia baru kembali ke Korea.” Lanjut Luhan.
Aku
benar-benar terkejut. Begitu bodohnya aku membuang waktuku menjadi namja
pengencut. Nafasku seakan pergi begitu saja.
“
Kau! Kenapa tak bisa memahaminya? Jika kau tak bisa membahagiakannya, jangan
pernah memasuki hidupnya! Dia terus bertahan ketika seseorang menyuruhnya
berhenti menunggumu! Kenapa kau begitu egois?” teriak Luhan padaku.
“
Berhenti! Jangan bicara lagi!” kataku tak kalah nyaring. Aku tak tahan
mendengar semua kebodohanku.
“
Aku tak akan berhenti! Dengarkan aku! Dia menangis setiap kali mengingat
kejadian di taman hiburan. Kau membawa yeoja chingumu di hadapannya! Pernahkah
kau merasa dia menjadi berubah setelah itu?” tanya Luhan semakin memojokkanku.
“
Dia jarang tersenyum setelah itu! Matanya sembab setiap aku menatapnya. Kau
tahu? Dia peduli padamu tapi kau mengabaikannya!” kata Luhan yang akhirnya
berhenti berbicara.
“
Dimana dia sekarang?” tanyaku
“
Jangan menjemputnya! Jangan menghalanginya! Dia berjanji akan melakukan yang
terbaik. Dia tak akan melupakanmu! Tunggu dia kembali!” perintah Luhan.
Seburuk
itukah aku? Sebodoh itukah aku? Sekejam itukah aku?
Luhan
juga memberi tahuku Ha Jin sudah menungguku selama 4 tahun. Dan sekarang, aku
akan melakukan hal yang sama. Aku akan menunggunya kembali.
~ EPILOG ~
Sebuah
malam di musim semi...
Sebuah
pesawat mendarat dengan selamat. Seluruh penumpang turun dari pesawat. Langkah
yang begitu tegap berjalan menuju keluar bandara sambil terus menarik koper
besar milik seorang yeoja. Koper besar itu telah tertata rapi di dalam bagasi
sebuah taksi.
“
Aku kembali.” Batin yeoja itu yang tak lain adalah Ha Jin.
Sebuah
medali, piagam, dan ijazah kelulusan telah di bawa pulang dengan bangga.
Sungguh perjuangan yang besar. Bahkan beberapa perusahaan terbaik di korea
sudah menawarinya pekerjaan dengan gaji yang besar.
Home
sweet home...sebelum
langkahnya memasuki gerbang rumahnya, Ha Jin memandang sebentar rumah Luhan
yang semakin mewah. Senyumnya mengembang. Mengisyaratkan kebahagiaan yang
sesungguhnya yaitu sukses.
Park Ha Jin’s POV
Sambutan
hangat orang tuaku benar-benar membuatku semakin bahagia. Di tengah heningnya
malam, di tengah banyaknya orang yang tertidur lelap, mereka terbangun untuk
menungguku pulang. Pelukan orang-orang yang mencintaiku dengan tulus tanpa
mengharapakan satu balasan dariku, benar-benar membuatku sadar bahwa begitu
banyak orang yang mencintaiku dengan tulus. Dan sekarang kubuktikan bahwa aku
bisa menjadi bintang yang bersinar. Ku tahan semua air mata yang keluar dari
mataku. Aku tak ingin menangis di dalam semua kebahagiaan yang kurasakan saat
ini.
Pagi
begitu indah. Tak seperti biasanya, matahari terlihat lebih indah hari ini.
Sepertinya ini akan menjadi hari yang luar biasa dalam hidupku. Sebuah hari
yang tak kan terlupakan.
Dengan
langkah bahagia, ku langkahkan kakiku ke dalam rumah seseorang yang ingin ku
temui.
“
Ha Jin~ah! Kapan kau kembali?” teriak Ibu Luhan sambil berjalan cepat
menghampiriku.
“
Kemarin malam.” Jawabku, “ Bagaimana keadaan Ahjumma?” tanyaku dengan senyum
yang terus mengembang.
“
Baik. Bagaimana denganmu?” tanya Ibu Luhan.
“
Sangat baik. Oh ya! Dimana Luhan?” tanyaku mencari batang hidung namja itu.
“
Dia sedang di kampusnya.” Jawab Ahjumma.
“
Apa dia belum lulus?” tanyaku heran.
“
Dia sudah lulus. Aku tidak tahu kenapa dia suka sekali pergi ke universitasnya
itu!” jawab Ahjumma.
“
Oh...kalau begitu aku pergi dulu. Aku ingin melihatnya.” Kataku berpamitan.
Aku
tahu dimana Universitas Luhan. Jadi aku pergi kesana. Dan sekarang kakiku sudah
berada di halaman depan Universitas. Ku langkahkan kakiku sambil mencari sosok
Luhan yang sangat sulit untuk di temui. Mataku tertuju pada sebuah lapangan
sepak bola. Dan aku juga mendengar mahasiswi itu berteriak menyebut-nyebut nama
Luhan. Sepertinya dia sedang bermain. Ku langkahkan kakiku mendekat ke arah
lapangan.
Begitu
sampai di sana, ternyata waktunya tinggal 2 menit. Tapi kurasa itu lebih baik
karena aku tidak terlalu suka menonton permainan sepak bola. Kulihat Luhan
dengan gaya yang baru. Rambutnya yang dulu hitam kecoklatan, sekarang berubah
menjadi pirang. Rambut itu menambah image-nya yang keren menjadi semakin keren.
Buktinya adalah ketika Luhan bermain, hampir semua yeoja yang ada di sana
berteriak untuk menyemangati Luhan. Bahkan ada yang sampai bawa banner
bertuliskan “ Luhan Oppa saranghaeyo...”. Dan ada beberapa yang membawa banner
bertuliskan “SUHO”. Tulisan itu membuatku membuka kembali memori yang telah
kusimpan sejak lama.
“
Satu kata dariku ‘GILA’. Untuk apa menulis nama Suho?” Gerutuku.
Peluit
tanda permainan berakhir telah terdengar. Luhan saling tos dengan
teman-temannya. Sepertinya timnya menang. Luhan meneguk satu botol minuman rasa
jeruk. Dan membersihkan keringatnya yang bercucuran. Aku segera pergi dari
tempat itu. Sungguh aneh jika aku melihatnya. Sejak dulu aku selalu tidak tahan
melihat permainan sepak bola. Di tambah lagi dengan suporter-suporter yang
berteriak dengan keras di sekitar telingaku.
Luhan’s
POV
Yessss
timku menang! Haha aku ini memang tidak bisa di kalahkan! Sebenarnya bukan
hanya aku. Tapi juga 11 orang temanku yang lain. Sebenarnya Suho juga ikut
dalam permainan, tapi dia tidak bisa karena ada urusan mendadak.
Oh
ya! Ini musim semi! Di bulan-bulan ini, Ha Jin akan kembali ke Korea. Aku
berfikir apa yang akan ku katakan padanya ketika aku bertemu dengannya. Apakah
aku akan meledak karena kebahagiaanku? Entahlah...
Dan
entah ini hanya imajinasiku saja atau memang ini nyata? Aku melihat seorang
yeoja yang mirip sekali dengan Ha Jin berjalan menjauh dari lapangan.
Hidungnya, matanya, pipinya...benar sekali! Aku tak mungkin salah lihat. Yeoja
itu Ha Jin.
Aku
segera berlari mengikuti langkahnya yang cepat. Aku tak memperdulikan apapun
yang ku lewati. Langkahku terhenti ketika yeoja yang ku ikuti telah merasakan
keberadaanku.
“
Ha Jin~ah!” panggilku.
Yeoja
itu membalikkan tubuhnya. Aku terkejut melihatnya. Dia benar-benar Ha Jin. Tapi
dia berbeda. Rambutnya yang lurus terurai. Angin yang bertiup semilir dan
menarik beberapa helai rambutnya yang hitam, membuat Ha Jin terlihat semakin
cantik. Rambutnya semakin panjang. Style baju yang ia kenakan membuatnya
terlihat menawan.
“
Ku kira kau tak melihatku tadi.” Katanya sambil tersenyum bahagia ke arahku.
“
Aku sangat merindukanmu!” kataku lirih sambil menarik Ha Jin ke dalam
pelukannya.
“
Lihatlah disekitarmu banyak orang yang melihat!” katanya sambil memukul
lenganku.
“
Aku sangat bahagia bisa melihatmu! Kenapa tidak menelfonku?” tanyaku setelah
melepaskan pelukanku.
“
Aku ingin memberimu kejutan! Tapi kau malah menyuruhku menelfon? Itu namanya
bukan kejutan!” katanya masih sama seperti dulu.
“
Aku senang kau tidak berubah!” Kataku.
“
Benarkah? Ku kira aku berubah menjadi lebih cantik!” jawabnya membuatku
tertawa.
“
Kau ini masih saja seperti itu! Tapi kau benar!” kataku menyanjungnya.
“
Oh ya! Dengan rambut pirangmu itu, pasti banyak yeoja yang tergila-gila!” ujar Ha
Jin membuatku serasa terbang. Ini pertama kalinya dia mengakui kenyataan bahwa
aku ini tampan dan keren.
“
Jinjja? Umm...ayo ikut aku!” kataku sambil menarik tangannya mengikutiku.
Itu
dia! Teman-temanku minus Suho, masih berkerumun di sana. Sepertinya Sehun
sedang mencariku. Mata Sehun terus berputar melihat ke sekeliling. Aku
bersyukur Suho sedang sibuk. Bayangkan suasana apa yang tercipta ketika Ha Jin
dan Suho bertemu?! Sulit di bayangkan!
Teman-temanku
terlihat terkejut mendapati seorang yeoja cantik tengah berjalan di belakangku.
“
Wow! Hyung siapa dia?” tanya Sehun dengan senyum dan mata jailnya.
“
Ini Park Ha Jin! Aku pernah bercerita sebelumnya.” Jelasku memperkenalkan Ha
Jin pada teman-temanku.
“
Senang bertemu kalian...” kata Ha Jin sopan.
Aku
belum memberi tahu Ha Jin tentang Suho yang satu Universitas denganku. Tapi
semua itu terhenti ketika Sehunku yang polos membeberkan semua yang dia tahu.
“
Oh! Suho hyung dimana?” tanya Sehun super genius.
Mataku
membelalak. Betapa bodohnya aku membawa Ha Jin kemari untuk bertemu Sehunku
yang benar-benar polos. Mata Ha Jin yang semula berbinar berubah menjadi
tatapan terkejut yang kemudian diikuti dengan tatapan sedihnya. Matanya
menatapku lemah seakan dia kecewa karena aku tak memberi tahu tentang ini
sebelumnya.
“
Aku bisa jelaskan!” kataku langsung mengantisipasi peperangan.
“
Tenang saja! Apa Suho berada di sini?” tanya Ha Jin.
“
Apa kamu belum bertemu dengannya?” sahut Xiumin.
“
Suho berada di sekitar sini! Maaf aku tidak memberi tahumu sebelumnya! Maaf aku
menghancurkan suasana hatimu!” kataku melemah.
“
Gwaenchana! Santai saja! Aku tak apa jika bertemu dengannya nanti.” Jawab Ha
Jin tak kalah melemah.
“
Aah! Lebih baik jangan mengganggu! Kajja! Aku lapar sekali!” ajak Baekhyun yang
sepertinya merasa telah merusak suasana.
Setelah
kurasa mereka cukup jauh, aku mencoba menanyakan pertanyaan yang akan menggores
perasaan Ha Jin dalam-dalam.
“
Kau tak ingin bertemu Suho?” tanyaku membuat sorot matanya menjadi sedih.
“
Untuk apa? Setiap kali aku datang, dia selalu pergi!” jawab Ha Jin sambil
tertawa kecil.
“
Dia menunggumu! Dia menyukaimu selama ini! Yeoja yang dia bawa ke taman hiburan
4 tahun lalu...” ucapanku terhenti karena Ha Jin menyela ucapanku.
“
...Adalah yeoja chingunya! Tapi Suho hanya menjadikannya pelarian dariku!
Benarkah seperti itu?” memang tidak sopan, tapi itu membuatku terkejut. Kukira Ha
Jin tak pernah tahu perasaan Suho yang sesungguhnya. Dan ku kira Ha Jin salah
paham dengan kejadian 4 tahun lalu. Tapi ternyata dia tahu semua itu.
“
Bagaimana kau tahu itu semua?” tanyaku terkejut.
“
Huh?! Itu cara kuno! Mudah sekali di tebak!” jawab Ha Jin yang membuatku hanya
terdiam.
“
Suho! Benar-benar kau ini! Menyebalkan sekali!” rutukku
dalam hati.
“
Araseo! Nanti kita bertemu lagi! Aku sedikit lelah dengan perjalanan kemarin.”
Kata Ha Jin berpamitan untuk pulang.
Aku
hanya mengangguk dengan senyumku. Langkahnya menjauh. Hingga suara kaki yang
keras mendekat ke arahku.
“
Hey! Bagaiman pertandingannya?” tanya Suho.
“
Yah! Dia sudah kembali!” kataku begitu melihat Suho berdiri di depanku.
“
Siapa?” tanya Suho bodoh.
“
Ha Jin! Cepat kejar dia! Dia masih berada di sekitar sini!” tegasku.
Suho
terdiam sebentar. Dan kemudian dia membalikkan badan dan berlari mengejar Ha
Jin. Jika aku jadi Suho, aku tak akan menyia-nyiakan waktuku untuk menjadi
nappeun namja.
Suho’s
POV
Aku
mencari-cari keberadaan teman-temanku untuk bertanya hasil pertandingannya.
Sebenarnya aku masuk dalam tim, sayangnya ada urusan mendadak yang membuatku
tak bisa ikut dalam permainan. Usahaku mengitari sekolah ini ternyata tak
sia-sia untuk menemukan namja yang menjadi visual di grup kami ini.
“
Hey! Bagaimana pertandingannya?” tanyaku pada Luhan.
“
Yah! Dia sudah kembali!” kata Luhan sedikit berteriak kepadaku.
Siapa
yang Luhan maksud? Aneh sekali...
“
Siapa?” tanyaku penasaran.
“
Ha Jin! Cepat kejar dia! Dia masih berada di sekitar sini!” tegas Luhan
membuatku terbengong-bengong.
Aku
terkejut. Tanpa babibubebo lagi, aku berlari mencari sosok yeoja yang sangat
kurindukan. Tubuhku mulai lelah. Sulit untuk menemukan yeoja yang tak kutemui
selama 4 tahun. Hingga kakiku berhenti di sebuah kursi dekat air mancur.
Seorang yeoja dengan rambut terurai memalingkan wajahnya ke arahku. Ekspresinya
terlihat sedikit terkejut melihatku. Jantungku berdegup semakin kencang.
Nafasku semakin tak teratur. Sorot mataku terus tertuju padanya. Aku begitu
merindukan Ha Jin. Aku menyesali semua kebodohanku. Bahkan sekarang aku masih
mengulangi kebodohanku. Aku hanya berdiri di depannya, menatap lekat-lekat mata
yang mulai pudar itu.
“
Oh! Lama tidak bertemu!” katanya sambil mengangkat tubuhnya.
Wajahnya
semakin cantik. Dulu, bukan Ha Jin namanya kalau rambutnya tak terikat. Dan
dulu Ha Jin tak pernah memakai kosmetik atau semacamnya. Tampilannya selalu
sederhana. Tapi sekarang dia terlihat begitu bersinar. Banyak namja yang sedari
tadi mencuri pandang ke arah Ha Jin. Tapi itu semua tak akan menjadi halangan
untukku.
“
Ne...Ha Jin~ah! Mianhae! Jeongmal mianhae!” kataku melangkahkan kakiku untuk
lebih dekat.
Matanya
memandangku sedih dan kecewa. Dia terdiam dengan matanya yang berkaca-kaca.
“
Aku memang nappeun namja! Mianhae..” kataku lagi. Cairan dari mataku ini serasa
begitu banyak menumpuk di mataku.
“
Menurutku kau bukan orang seperti itu! Kau hanya tidak tahu perasaanku. Jadi
kau tidak bersalah! Untuk apa meminta maaf?” pernyataan Ha Jin membuatku
terkejut.
Bahkan
dia tak membenciku. Meskipun senyum dan matanya semua adalah sedih, tapi aku
berharap dia bisa bersamaku untuk selamanya mulai sekarang.
“
Dulu setiap kali aku datang di tempat yang sama denganmu, kau selalu pergi
menjauh. Setiap kali aku berbicara denganmu, kau tak pernah melihat wajahku.
Matamu selalu melihat kesekeliling seolah-olah kau tak ingin berbicara
denganku!” tutur Ha Jin menyayat hatiku.
Aku
hanya terdiam melihat air mata Ha Jin yang mulai mengalir. Kenangan buruk itu
akan selalu berada dalam otaknya. Aku takut dia akan pergi. Aku tak ingin
penantianku sia-sia.
“
Kenapa kau melihatku seperti itu?” tanya Ha Jin begitu santai dengan mengusap
air matanya.
“
Aku menunggumu selama ini! Seharusnya kau tak mencintai namja bodoh sepertiku!”
jawabku.
“
Perasaan seseorang itu tak bisa dipaksakan! Aku tak pernah menyesal menyukaimu!
Aku merasa bahwa itu hal yang menyenangkan dalam hidupku! Aku belum berpaling
sampai sekarang! Seharusnya rasa ragu itu hilang dari otakmu!”
“
Aku benar-benar tulus menyukaimu! Aku tak pernah sungguh-sungguh menyukai
seorang yeoja kecuali dirimu!”
“
Aku tak pernah tahu apakah kau berbohong. Tatapan matamu selalu sulit di tebak.
Kau selalu menatapku dengan tatapan seperti ini. Apa maksud tatapan matamu
sekarang?” tanya Ha Jin sedikit lemah.
Aku
terdiam dan terus memandangnya. Matanya yang terlihat berkaca-kaca terus melihat
kesekeliling. Kedua tanganku menyentuh kedua pipinya dengan lembut.
“
Ini adalah mataku yang mencintaimu...ini adalah tatapanku ketika aku
mencintaimu. Ini adalah mataku yang gugup ketika melihatmu! Ini adalah mataku
yang merindukanmu...jeongmal saranghae..”
Ku
tatap matanya yang tak mampu lagi menahan air matanya. Tapi senyum yang
kurindukan terlukis indah di wajahnya. Membuatku yakin bahwa hidupku akan
sempurna dengan adanya Ha Jin di sisiku. Ku tarik lenganya dan mendekapnya
dalam. Kurasakan bahwa hari ini begitu menyenangkan.
Cinta
itu memerlukan perjuangan. Karena akan ada kebahagiaan di dalamnya. 8 tahun
bukanlah waktu yang singkat, tapi cintaku terwujud dengan sempurna.
“
Its my eyes to love you! Park Ha Jin...”
0 komentar:
Posting Komentar